Hingga saat ini PT Kereta Api Indonesia (KAI) masih terkendala alotnya pembebasan lahan di wilayah Kebonharjo, Kelurahan Tanjung Mas Semarang. Adapun terkait reaktivasi dan pembangunan rel baru Stasiun Tawang – Pelabuhan Tanjung Emas, PT KAI telah mulai melakukan sosialisasi tahap awal kepada warga, Rabu (13/4), di Gedung Marabunta Kota Lama.
Executive Vice President PT KAI Daop 4 Semarang, Andika Tri Putranto mengatakan, proyek kepentingan negara ini sebelumnya telah diaplikasikan melalui penandatanganan kerjasama atau MOU antara KAI, Pemprov, Dirjen Perkeretaapian dan Pelindo III. Dalam hal ini, PT KAI mendapat tugas menyediakan lahan, membuat DED dan melakukan penertiban.
“Kami tugasnya menyediakan lahan, membuat DED dan penertiban, selebihnya pembangunan fisik oleh pemerintah pusat melalui Dirjen Perkeretaapian,” katanya.
Menurut Andika, setelah dilakukan pemetaan dari seluruh lahan yang ada seluas 20,1 hektar, imbas dari reaktivasi hanya sepersepuluh dari total lahan yang ada. Namun, karena lahan saat ini diklaim milik warga, maka harus diselidiki lebih lanjut.
“Kembali lagi kan tanahnya aset negara, kok bisa ada hak milik gimana mekanismenya? Kalau memang ada pelepasan harusnya ada perintah dari kementrian. Kalau tidak ada ya tidak bisa, ini harus diteliti lebih lanjut,” ungkapnya.
Ditambahkan, saat ini dampak dari pembangunan rel KA tercatat pada 130 bangunan, sesuai dengan perintah dirut KAI, yang berdasarkan Surat Gubernur pada 11 Mei 2015, tentang pernetiban lahan. Adapun Daop 4Â hanya melakukan tugas untuk menjalankan perintah dari direktur.
“Langkah sudah ditempuh untuk meminta pengadilan negeri agar melakukan pembatalan, itu sekitar tahun 2001. Dirut KAI sudah meminta pembatalan juga ke BPN,” imbuhnya.
Sementara, reaksi penolakan warga terlihat dalam mediasi pertama ini, dimana puluhan warga melakukan aksi long march dan orasi dengan membawa spanduk penolakan, dari Kebonharjo sampai Gedung Marabunta. Mediasi dikawal ketat ratusan aparat Kepolisian dari Polrestabes Semarang, serta pihak TNI, menghadirkan Kapolrestabes Kota Semarang Kombes Pol Burhanddin, Dandim Kota Semarang yang diwakilin Pasintel Mayor Arief, Perwakilan Pemerintah Kota Semarang yang diwakili Kepala Divisi Hukum Pemkot, Haris, Perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kasubsi Pengturan Tanah Pemerintah, Wibowo Suharto, dan perwakilan Dishubkominfo Propinsi Jawa Tengah yang diwakili Kepala Seksi perkerataapian, Restu Setiawan.
Awalnya Sosialisasi yang dibuka oleh Kepala Daop 4 Semarang, Andika Triputranto berjalan dengan tenang. Ketegangan terjadi ketika mediasi memasuki sesi tanya jawab dengan warga yang sebelumnya sudah emosi terhadap pembangunan rel KA di wilayah yang sudah ditempati selama bertahun-tahun.
“Warga itu punya setifikat hak milik, kami bayar pajak. Kalau memang dipermasalahkan, harusnya diselesaikan dulu dengan Badan Petanahan Nasioanal (BPN) dan jangan menyebut sertifikat milik kami ilegal,” seru Suparjo, Ketua Forum RW Kelurahan Tanjung Mas.
Warga sendiri mengaku siap mendukung pembangunan asalkan pembangunan yang dilakukan tidak merugikan warga, yakni dengan benar-benar melakukan reaktivasi dan tidak dicampur dengan jalur shortcut. Dirinya juga menjelaskan, jika pada tahun 2001Â terbit 3.470 sertifikat hak milik (SHM) bagi warga atas dasar keluarnya perda RTRW Nomor 4 Tahun 1999.
“Kalau tidak diakui itu kebangetan, muga-muga setelah ada audiensi lagi ada perubahan yang lebih memihak warga,” tegasnya.
Manager Aset PT KAI Daop 4 Semarang, Eman Sulaiman, tetap bersikukuh jika lahan yang saat ini digunakan warga adalah lahan milik PT KAI, sehingga PT KAI berhak menggunakan lahan tersebut. Sedangkan saat ini program yang dilakukan Pemerintah adalah melakukan reaktivasi jalur KA Tawang-Pelabuhan Tanjung Mas dan pembangunan terminal peti kemas.(aln)