SEMARANG- Bank Perkreditan Rakyat (BPR) bakal menghadapi tantangan berat di tahun ini. Kondisi ini terjadi seiring penurunan suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari 12% menjadi 9% mulai 4 Januari 2016.
Direktur Penelitian dan Pengaturan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) OJK, Panca Hadi Suryatno mengatakan, menghadapai kondisi demikian, BPR harus meningkatkan modal dan memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM). Selain itu, jajaran komisaris dan direksi juga harus bersertifikasi untuk menghindari kecurangan di jajaran atasan.
“Sejauh ini kondisi BPR di Jateng dan DIY tergolong sehat meski kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) per November 2015 cukup tinggi, mencapai 6,85% atau lebih tinggi dibanding periode yang sama di tahun lalu, 6,35%,” kata Panca, yang dalam waktu dekat ini akan menggantikan posisi Y Santoso Wibowo, sebagai Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional IV Jateng-DIY, kemarin.
Menurutnya, tidak hanya BPR, Bank Umum juga mengalami peningkatan NPL per November 2015 dibanding periode yang sama di tahun lalu. Untuk Bank Umum, NPL secara tahunan naik dari 2,16% di November 2014 menjadi 3,06% di November 2015.
Adapun untuk KUR, sampai Desember 2015, KUR yang telah disalurkan di wilayah Jateng mencapai Rp2,70 triliun atau melambat 63,29% dibanding tahun sebelumnya. Pelambatan itu karena adanya penghentian sementara penyaluran KUR selama dilakukan evaluasi oleh pemerintah.
“Tingkat NPL KUR Jateng relatif rendah yaitu sebesar 4,13%,” imbuhnya.
Untuk jumlah Lembaga Keuangan Masyarakat, lanjut Panca, hingga saat ini baru 20 LKM di Indonesia yang telah resmi dikukuhkan, dan 18 diantaranya berada di Jateng. Selain itu, sepanjang tagun 2015, OJK Reginal IV menerima 540 pengaduan, terdiri dari pengaduan bidang perbankan 420, asuransi 32, pembiayaan 70 dan lainnya 18 pengaduan.(aln)