JAKARTA – Keamanan pangan sangat erat hubungannya dengan kesehatan, sehingga merupakan persoalan serius yang perlu menjadi perhatian. Bahan pangan yang tidak aman dapat menyebabkan masalah kesehatan, penyakit, bahkan berujung kematian. Salah satu masalah kesehatan yang masih cukup tinggi di Indonesia adalah stunting pada anak.
Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan.
Berdasarkan data Survei Status Gizi Nasional (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting di Indonesia di angka 21,6%. Jumlah ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 24,4%. Walaupun menurun, angka tersebut masih tinggi, mengingat target prevalensi stunting di tahun 2024 sebesar 14% dan standard WHO di bawah 20%. Adapun, faktor penyebab angka stunting tersebut disebabkan salah satunya karena kurangnya asupan penting seperti protein hewani, nabati dan zat besi sejak sebelum sampai setelah kelahiran. Hal ini berdampak pada bayi lahir dengan gizi yang kurang, sehingga anak menjadi stunting.
Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), Kukuh S Achmad dalam Seminar Peringatan Hari Keamanan Pangan Dunia (World Food Safety Day) Tahun 2023 dan Perayaan 60 Tahun Codex Alimentarius Commission, di Kabupaten Tangerang, pada Jumat (16/06/2023) mengatakan dengan jumlah angka stunting yang masih diatas standar WHO tersebut, maka salah satu intervensi yang penting dilakukan adalah menjamin keamanan pangan agar pangan yang dikonsumsi aman dan bermutu. Salah satunya, melalui implementasi standar pangan secara ketat dan menyeluruh terhadap bahan pangan dan makanan yang beredar.
“Bahan pangan dan makanan yang telah terstandar dengan baik, terjamin mutu dan keamanannya dari kontaminan berbahaya termasuk dari bakteri, virus dan penyakit bawaan pangan, tentunya akan meningkatkan kesehatan masyarakat secara umum. Dan, dalam hal ini secara khusus, dapat menurunkan angka prevalensi stunting Indonesia karena ibu hamil dan balita mendapat asupan gizi dari makanan bermutu dan aman,” ujar Kukuh.
Hal tersebut sejalan dengan salah satu Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yakni menjamin pemenuhan asupan gizi, dimana asupan gizi tersebut harus dipastikan kecukupan gizi, kesehatan dan keamanannya. Sehingga dapat dikonsumsi dengan aman dan bermanfaat dalam pertumbuhan balita.
Kukuh meyakini pangan yang aman dan bergizi akan meningkatkan pertumbuhan anak dan potensi intelektualitas dan potensi fisik. Pangan yang tidak aman adalah penyebab banyak penyakit dan berkontribusi pada kondisi kesehatan yang buruk, seperti gangguan pertumbuhan dan perkembangan, defisiensi makronutrien, serta penyakit bawaan pangan lainnya.
“Peningkatan keamanan pangan merupakan salah satu intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi stunting. Pangan yang dikonsumsi perlu dijaga keamanan dari bahaya atau kontaminan sepanjang rantai pangan rantai “from farm to fork”, atau dengan alternatif pengayaan nutrisi tertentu pada pangan seperti fortifikasi. Sebagai contoh, pemerintah melakukan kebijakan fortifikasi pada sejumlah produk pangan yang diterapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Seperti pada SNI Tepung Terigu dan SNI Minyak Goreng Sawit,” jelas Kukuh.
Fortifikasi merupakan salah satu metode penambahan vitamin serta mineral tertentu ke dalam bahan pangan yang merupakan sebuah peluang dalam menyediakan pangan bergizi bagi seluruh lapisan masyarakat, terlebih lagi bagi populasi rawan gizi.
Untuk diketahui, standar pangan yang dikenal secara internasional adalah standar yang disusun oleh Codex Alimentarius Commission. Selama 60 tahun, Codex Alimentarius Commission telah berpartisipasi dalam mewujudkan keamanan pangan dunia serta mendorong terwujudnya praktik perdagangan pangan internasional yang adil melalui kontribusinya dalam menetapkan standar pangan yang menjadi standar acuan negara-negara di dunia.
Sampai dengan Mei 2023, Codex Alimentarius Commission telah menetapkan 236 standar, 85 pedoman, 56 kode praktik, 126 batas maksimum kontaminan dalam pangan, dan lebih dari 10.000 standar kuantitatif yang mencakup batas maksimum untuk bahan tambahan pangan, residu pestisida dan obat-obatan hewan dalam pangan.
Indonesia telah menjadi anggota Codex Alimentarius Commission sejak 1971. Dalam mengelola partisipasi Indonesia dalam forum Codex, BSN selaku Codex Contact Point Indonesia bersama dengan Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang mempunyai tugas fungsi berkaitan dengan bidang standar keamanan, mutu dan perdagangan pangan dan institusi pemerintah lainnya serta pakar, asosiasi industri pangan dan perwakilan konsumen sepakat membentuk organisasi Codex Indonesia.
Peran aktif Indonesia dalam forum Codex antara lain pernah menjadi Chair dan Vice Chair Codex Alimantarius Commission, menjadi anggota Executive Committee of the Codex Alimentarius Commission, Koordinator FAO/WHO Regional Coordinating Committee for Asia (CCAsia), dan Ketua ASEAN Task Force on Codex (ATFC). Dalam pengembangan standar Codex, Indonesia pernah menjadi pengusul/konseptor standar instant noodle, tempe, edible sago flour, nutmeg, dan shallot.
Dalam Seminar Peringatan Hari Keamanan Pangan Dunia (World Safety Day) Tahun 2023 dan Perayaan 60 Tahun Codex Alimentarius Commission, acara diisi dengan sambutan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo; dan paparan oleh berbagai narasumber yang kompeten di bidangnya. Narasumber tersebut yaitu Asisten Deputi Ketahanan Gizi dan Promosi Kesehatan, Kementerian Koordinator Bidang PMK, Jelsi Natalia Marampa dengan materi “Kondisi Stunting di Indonesia”; Deputi Bidang Pengembangan Standar BSN, Hendro Kusumo yang memapaparkan “Peran Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian dalam menjamin keamanan dan mutu pangan”; Plt. Kepala Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Pascapanen Pertanian Badan Standardisasi Instrumen Pertanian (BSIP), Kementerian Pertanian, Husnain dengan presentasi mengenai “Jaminan produksi bahan pangan yang aman dan memenuhi standar untuk menurunkan stunting”; serta FAO Representative/ Country Director for Indonesia and Timor Leste, Rajendra Aryal dengan paparan ” Kondisi ketahanan dan nutrisi pangan secara global ” yang dimoderatori oleh Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor/ Former Codex Vice Chair, Purwiyatno Hariyadi.(aln)