SEMARANG- Lembaga pendidikan dan pelatihan Kadin (Edukadin) menyebutkan, masih sedikit perusahaan yang menyadari pentingnya kegiatan magang sebagai kesempatan mendapatkan tenaga kerja unggul. Selama ini, ada anak magang diserahkan bagian HRD, kemudian dilepas begitu saja dan diberikan pekerjaan yang tidak penting.
Direktur Edukadin, Agustina Devi mengatakan, perlakuan perusahaan di Jerman terhadap kegiatan magang sangat berbeda dibandingkan di Indonesia. Pasalnya, sudah ada perundang-undangan yang mengatur secara terperinci yang menjadi tanggung jawab dari perusahaan.
“Jadi, di Jerman itu Perusahaan bertanggung jawab mengatur program pemagangan, memberikan tempat dan waktu ujian bagi anak magang, dan tentunya harus memiliki pelatih atau pembimbing magang yang bersertifikasi,” katanya, disela Pelatihan Pelatih Tempat Kerja Internasional Bersertifikat Ada (Ausbildung Der Ausbilder) Jerman hasil kerja sama Edukadin dengan IHK Trier (semacam Kadin di Jerman) di @Hom Hotel Semarang.
Devi menjelaskan, “trainer” magang harus memenuhi berbagai persyaratan, mulai bersertifikat hingga memiliki “track record” yang baik sebagai pelatih atau pembimbing kegiatan magang di perusahaan.
“Makanya, kami ingin mengenalkan metode di Jerman kepada perusahaan-perusahaan di Jateng. Ya, tidak diaplikasikan semua aturannya secara persis, tetapi setidaknya bisa membuka wawasan mereka,” jelasnya.
Menurutnya, perusahaan sebenarnya diuntungkan dengan kegiatan magang karena mereka nantinya bisa mendapatkan tenaga kerja unggul yang terukur ketimbang repot melakukan seleksi tenaga kerja dari awal.
“Kalau sudah ada anak magang kan jelas terukur, mana yang nilainya baik bisa direkrut. Karena ada program dan evaluasi jelas, ketimbang mencari baru seperti membeli kucing dalam karung,” ungkapnya.
Meski masih sedikit, lanjutnya, beberapa kalangan perusahaan di Indonesia sudah menerapkan pola pemagangan yang terukur, khususnya perusahaan di bidang automotif dan pariwisata, khususnya perhotelan.
“Banyak perusahaan automotif bekerja sama dengan SMK-SMK untuk kegiatan magang, kemudiaan direkrut. Hotel-hotel juga demikian, saat ‘peak season’ mereka kekurangan orang sehingga membuka magang,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Program IHK Trier, Andreas Gosche mengatakan, selama ini antara industri dan sekolah di Indonesia belum “match”, berbeda dengan kondisi di Jerman yang sudah saling bersinergi. Pembelajaran terjadi di dua tempat, yakni sekolah dan industri.
“Di sekolah sudah ada kurikulum dan guru, namun di industri belum ada. Ini sebenarnya kesempatan menciptakan guru di industri lewat magang,” imbuhnya.
Di satu sisi, kata dia, sekolah untung karena siswanya bisa magang dan belajar dengan alat yang memadai di industri, sementara industri untung karena mereka bisa menyeleksi calon tenaga kerja yang unggul.
“Di Jerman, anak-anak magang juga dapat uang saku dari perusahaan yang diatur jelas sesuai bidang kerja sektor tertentu. Mestinya di Indonesia juga, setidaknya uang transport dan makan,” pungkasnya.(aln)