KAPAL PERINTIS TOL LAUT- Direktur Utama Samudra Shipyard, Bani M. Mulia (tengah), bersama Direktur Samudra Shipyard, Nyoman Sudiana (kiri), dan Direktur Pengelola Samudra Shipyard, Musthofa (kanan), disela meninjau kesiapan peluncuran kapal perintis tol laut, ‘KM Sabuk Samudra 98’, jenis kapal perintis pendukungvprogram tol laut, yang berbobot 1200 GT, di Galangan Kapal PT Yasa Wahana Tirta Samudra. FOTO : ANING KARINDRA.
SEMARANG- Samudra Shipyard, perusahaan perkapalan nasional, kembali meluncurkan kapal perintis pendukung program tol laut pemerintah. Kali ini, melalui galangan kapal PT Yasa Wahana Tirta Samudra, diluncurkan ‘KM Sabuk Nusantara 98’, dengan tipe 1.200 GT.
Direktur Utama Samudra Shipyard, anak usaha Samudra Indonesia, Bani M. Mulia mengatakan, peluncuran kapal pendukung tol laut ini merupakan yang kedua kalinya, setelah pada Juni 2017 sukses meluncurkan kapal sejenis, yakni ‘KM Sabuk Nusantara 106. Pembangunan 2 unit kapal tersebut merupakan order khusus dari pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementrian Perhubungan RI.
“Kapal perintis ini memiliki panjang 62,8 meter, lebar 12 meter, dengan kecepatan 12 knot, dan kapasitas penumpang 400 orang, serta muatan barang 100 ton,” katanya, disela Peluncuran KM Sabuk Nusantara 98, di galangan kapan PT Yasa Wahana Tirta Samudra, Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
Menurutnya, kontrak pembangunan 2 unit kapal didapatkan oleh Samudra Shipyard pada 3 November 2015. Pembangunan kapal ini merupakan bagian dari program Tol Laut yang dicanangkan Presiden Joko Widodo. Kapal ini nantinya akan digunakan untuk menghububgjan daerah yang tidak mampu dijangkau oleh kapal-kapal besar, khususnya di wilayah Indonesia Timur.
“Sesuai dengan kesepakatan, jangka waktu pembangunan kapal yang ditetapkan oleh pemerintah adalah selama 24 bulan, dan kami berusaha menepati sesuai jadwal tahun anggaran,” ungkapnya.
Direktur Pengelola Samudra Shipyard, Musthofa menambahkan, sebelumnya proses pengerjaan 2 unit kapal dilakukan bersamaan. Namun, lantaran proses pengujian peralatan utama kapal oleh tenaga ahli dari masing-masing pabrik pembuat tidak sama, maka peluncuran 2 unit kapal tidak bisa dilakukan bersamaan.
“Proses pengujian harus memenuhi persyaratan dan peraturan dari Biro Klasifikasi dan Perhubungan Laut,” imbuhnya.
Ketersediaan material, lanjutnya, juga masih menjadi kendala, karena 65% komponen bahan baku didatangkan secara impor, sehingga butuh waktu dan kecermataan saat kepabeaan. Komponen kapal seperti neson, genset, pompa-pompa, alat navigasi dan komunikasi, sera crane belum bisa diproduksi dalam negeri.
“Untuk 35% komponen pembuatan kapal dari bahan produksi lokal, seperti baja dari Krakatau Steel,” ujarnya.
Dijelaskan, investasi pembangunan satu unit kapal dalam kontrak senilai Rp54 miliar. Adapun life time masing-masing kapal dalam kondisi normal seharusnya bisa sampai 25 hingga 30 tahun, tergantung pemeliharaan dari operator kapal yang ditunjuk pemerintah nanti.
“Untuk rute kedua kapal produksi kami ini belum ditentukan, karena masih menunggu pemenang lelang operator kapal. Tapi kemungkinan besar untuk operasional di Indonesia Timur mulai awal tahun depan,” jelasnya.
Sementara, pada tahap awal program pengadaan kapal perintis untuk tol laut aca 45 unit, yang pembangunanbya terbagi pada 12 galangan kapal nasional di Indonesia. Sesuai program tol laut pemerintah, dalam 5 tahun ditargetkan terdapat pengadaan 500 unit kapal, baik kapal perintis, kapal navigator, dan lain-lain.(aln)