SEMEN INDONESIA- Kepala Biro Komunikasi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, Sigit Wahono, memaparkan perkembangan industri Semen Indonesia, disela Media Gathering ‘Jagong Gayeng Semen Indonesia Bersama Media’, di Magelang. FOTO : ANING KARINDRA
SEMARANG- PT Semen Indonesia (Persero) Tbk hingga kini masih menguasai pasar semen domestik. Di tengah persaingan yang ketat, perusahaan semen milik negara ini bertengger dengan market share di kisaran 40-42% diantara produk semen lainnya.
Kepala Biro Komunikasi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, Sigit Wahono mengatakan, untuk mempertahankan pangsa pasar di kisaran 40-42%, Semen Indonesia akan mengoptimalkan 75% dari produksi semennya untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik. Sedangkan sisanya, 15% produksi akan dikembangkan untuk produk turunan semen, seperti ‘Maxstrength Cement’ untuk beton, Super White Semen, ‘grassboard’c dan sebagainya, serta 10% untuk ekspor, seperti ke beberapa negara Asia, dan Australia.
“Untuk sembilan negara Asia sudah bisa kita ekspor pada Juni kemarin, seperti semen Tonasa kita kirim ke Filipina,” katanya, disela Media Gathering ‘Jagong Gayeng Semen Indonesia Bersama Media’, di Magelang.
Ditambahkan, Semen Indonesia Total Solution (Sitos) juga telah disiapkan sebagai strategi menghadapi persaingan pasar, dengan menghadirkan kebutuhan konsumen dari hulu ke hilir.
“Kami juga melakukan penataan ulang anak perusahaan, misalnya menyatukan anak usaha dengan bidang usaha yang sama. Semen Indonesia kan juga punya tujuh anak usaha nonsemen dan 22 anak usaha bidang jasa,” imbuhnya.
Sigit mengakui, persaingan pasar domestik di bidang industri persemenan kini cukup ketat seiring banyaknya pemain pasar. Saat ini setidaknya ada hampir 19 industri semen di Indonesia.
“Dengan banyaknya industri semen, dari sisi produksi semen nasional sebenarnya mengalami ‘oversuplly’ sekitar 30 juta ton/tahun,” terangnya.
Jika semua industri semen berproduksi secara ‘full’, lanjutnya, bisa menghasilkan 90 juta ton/tahun. Sedangkan kebutuhan semen secara nasional saat ini hanya sekitar 60 juta ton/tahun.
“Beberapa industri semen memang memilih mengurangi operasinya untuk penyesuaian terhadap ‘oversupply’. Namun, Semen Indonesia tetap berproduksi penuh dengan kapasitas 30 juta ton/tahun dan kenyataannya semua terserap pasar,” ujarnya.
Sigit pun tak memungkiri adanya risiko penurunan harga untuk penyesuaian di tengah menghadapi persaingan harga antarkompetitor. Namun begitu, pihaknya tetap optimistis kebutuhan semen secara nasional akan terus naik seiring terbangunnya infrastruktur penunjang secara merata, yang berdampak terhadap geliat aktivitas perekonomian.
“Makanya, kenapa kami fokus memenuhi kebutuhan dalam negeri. Industri konstruksi tumbuh 6% dari rata-rata 5,7%, sehingga kebutuhan semen akan meningkat,” tandasnya.(aln)