SEMARANG- Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah mencatat, neraca perdagangan komoditas non-migas Jateng selama Januari 2017 mengalami defisit. Nilai impor komoditas non-migas mencapai US$ 529,66 juta, lebih tinggi dibanding nilai ekspor sebesar US $457,12 juta.
Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Jateng, Sri Herawati mengatakan, nilai impor Jawa Tengah bulan Januari 2017 mencapai US$ 685,15 juta. Nilai ini turun sebesar 20,4% dibandingkan impor Desember 2016 yaitu US$ 860,73 juta.
“Bila dibandingkan Januari 2016 year on year nilai impor Januari 2017 mengalami penurunan sebesar 0,46% atau US$ 3,13 juta,” katanya.
Ditambahkan, komoditas tertinggi untuk impor adalah produk mineral, tekstil& barang tekstil serta mesin& pesawat mekanik. Selama periode Januari 2017, kontribusi komoditas tersebut masing- masing sebesar 23,21%; 22,94% dan 19,83% terhadap total impor Jateng.
“Bahan baku kebanyakan impor karena menyangkut kualitas produk. Bahan lokal dinilai kurang bagus sehingga tidak memenuhi standar produksi. Perusahaan lokal yang melakukan ekspor juga harus memperhatikan kualitas,” imbuhnya.
Menurutnya, negara pemasok barang impor terbesar ke Jawa Tengah selama periode Januari 2017 adalah Tiongkok, Arab Saudi dan Amerika Serikat.
Sedangkan, nilai ekpor Jawa Tengah pada bulan Januari 2017 mencapai US$ 475,16 juta atau mengalami penurunan sebesar 9,25% dibanding ekspor Desember 2016 atau US$ 523,58 juta.
“Impor Jateng memang lebih tinggi seperti bahan tekstil. Bahan mentah masih didatangkan dari luar negeri setelah menjadi bahan baru diekspor kembali ke luar negeri,” ungkapnya.
Dijelaskan, komoditas utama yang memiliki nilai ekspor tertinggi selama bulan Januari 2017 adalah tekstil& barang tekstil, kayu& barang dari kayu serta bermacam barang hasil pabrik.
Penurunan nilai ekspor, terbesar pada Januari 2017 adalah tekstil& barang tekstil sebesar US$ 28,32 juta. Di bulan Desember 2016 mencapai US$ 225,83 juta menjadi US$ 197,52 juta pada Januari 2017.(aln)
