INKLUSI KEUANGAN- Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Hendri Saparini (tengah), dan Direktur Utama BTPN Syariah, Ratih Rachmawaty (kiri), saat menjadi pembicara dalam diskusi ‘Inklus keuangan dan Pemberdayaan Perempuan Melalui pembiayaan Syariah’. FOTO : ANING KARINDRA
SEMARANG- Indeks literasi dan inklusi keuangan masyarakat di Indonesia masih tergolong rendah. Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) pada 2016 yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, indeks literasi keuangan di Indonesia sebesar 29,66%, dan indeks inklusi keuangan sudah mencapai 67,82%.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Hendri Saparini mengatakan, dari survei SNLIK itu jelas menunjukkan jika masih banyak masyarakat yang belum tersentuh layanan keuangan formal. Untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan, perlu dipetakan potensi baru.
“Sebenarnya indeks literasi keuangan dan inklusi keuangan di Indonesia bisa lebih ditingkatkan lagi dengan memberdayakan potensi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Apalagi, jumlah UMKM di Indonesia lebih dari 58 juta unit dan baru sepertiganya saja yang sudah bisa mengakses pembiayaan dari perbankan,” katanya, dalam diskusi ‘Inklus keuangan dan Pemberdayaan Perempuan Melalui pembiayaan Syariah’,katanya.
Menurutnya, untuk bisa meningkatkan inklusi keuangan pada tahun depan salah satu upaya yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan menggunakan potensi dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan. Pasalnya, potensi ekonomi dari perempuan belum tergarap dan hanya berkutat pada perlindungan hukum serta sosial saja.
“Dengan memberdayakan peranan perempuan dari sisi ekonominya, maka akan berdampak luas terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Bahkan, mampu mengangkat kesejahteraan masyarakat,” ungkapnya.
Hendri menjelaskan, sebenarnya potensi ekonomi perempuan sangat banyak dan potensial untuk mengangkat pertumbuhan ekonomi. Apabila negara bisa mengubah pendekatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke pemberdayaan perempuan dari sisi potensi ekonominya, maka inklusi keuangan dan indeks literasi keuangan dengan sendirinya bisa terangkat.
Direktur Utama BTPN Syariah, Ratih Rachmawaty menambahkan, saat ini pihaknya sedang fokus pada kaum perempuan dari segmen prasejahtera produktif. Sebab, perempuan mempunyai peranan penting dalam perekonomian keluarga.
“Tidak hanya memberikan pembiayaan, kami juga memberikan pendampingan serta kesempatan kepada para perempuan di segmen prasejahtera produktif untuk meningkatkan penghasilan keluarga,” imbuhnya.
Sementara, sampai dengan September 2017, total aset BTPN Syariah tercatat sebesar Rp8,54 triliun atau naik 36 persen dari periode sebelumnya.(aln)