SEMARANG– Kenaikan harga sejumlah komoditas, seperti bawang dan cabai memicu lonjakan inflasi di Jawa Tengah. Pada Maret 2016, Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng mencatat terjadinya inflasi sebesar 0,39%, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 122,60, lebih tinggi dibandingkan bulan Februari 2016 yang mengalami deflasi sebesar 0,24%.
Inflasi tertinggi terjadi di Kota Purwokerto sebesar 0,55% dengan IHK sebesar 121,31; diikuti Kota Kudus sebesar 0,51 % dengan IHK sebesar 129,16; Kota Surakarta sebesar 0,42% dengan IHK sebesar 120,82; Kota
Semarang sebesar 0,39% dengan IHK sebesar 122,35. Kemudian Kota Tegal sebesar 0,32% dengan IHK 120,13; dan inflasi terendah terjadi di Kota Cilacap sebesar 0,11% dengan IHK sebesar 125,32.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng, Margo Yuwono mengatakan, inflasi disebabkan kenaikan harga pada kelompok bahan makanan sebesar 1,50%; kelompok sandang sebesar 0,33% dan beberapa kelompok lain. Adapun komoditas yang memberikan sumbangan terbesar terjadinya inflasi adalah bawang merah, cabai merah, cabai rawit, bawang putih dan minyak goreng.
“Komoditas yang memberikan sumbangan terbesar terjadinya deflasi adalah daging ayam ras, telur ayam ras, beras,
bensin dan tarip listrik,” katanya.
Sementara itu, untuk terus mengendalikan inflasi di Jawa Tengah, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Jateng akan mengoptimalkan ketahanan pangan dan sistem tata niaga. Optimalisasi dua hal tersebut diyakini
bakal mampu mewujudkan kestabilan Inflasi di Jawa Tengah.
Wakil Ketua Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Jateng, Iskandar Simorangkir mengungkapkan, optimalisasi ketahanan pangan melalui program penunjang produksi pertanian, dan sinergi TPID Kabupaten/Kota
untuk mewujudkan kestabilan inflasi di Jateng.
Kemudian, pemanfaatan Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi (SiHati) sebagai basis dasar kebijakan dan dasar rumusan
kerjasama antar daerah dalam pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat.
“Pembenahan sistem tata niaga untuk memotong rantai distribusi perdagangan guna menghindari disparitas harga yang terlalu tinggi antar tingkat harga produsen dan konsumen sangat diperlukan,” terangnya.
Iskandar menyatakan, TPID merekomendasikan, untuk mengaktifkan kembali pemanfaatan resi gudang, meningkatkan frekuensi pasar lelang komoditas
pangan strategis dan mendukung pembangunan dan optimalisasi pasar induk di setiap kabupaten/kota. Selain itu, TPID juga mendukung rencana agregator nasional melalui portal jual beli berbasis online.(aln)