SEMARANG- Pasar ekspor untuk produk garmen dari Indonesia ke Amerika cenderung lesu. Kondisi tersebut terjadi seiring tingkat persaingan ekspor yang semakin ketat.
Wakil Ketua Apindo Jateng, Dedy Mulyadi Ali mengatakan, saat ini semakin banyak negara-negara maju yang melakukan ekspor produk garmen ke Amerika. Sedangkan harganya jauh lebih murah daripada produk dari Indonesia.
“Saat ini Myanmar cukup diperhitungkan di pasar ekspor produk garmen ke Amerika. Pasalnya, harganya produknya jauh lebih murah,” katanya, kemarin.
Menurutnya, sebagai negara yang pernah diembargo oleh Amerika, produk Myanmar yang masuk ke Amerika tanpa dikenakan pajak. Dengan begitu, harga produknya bisa terpaut jauh lebih murah.
“Myanmar punya kesempatan ekspor produk-produk dengan harga lebih murah ke Amerika. Ini yang membuat daya saing produk dari Indonesia makin berat dari sisi harganya,” ungkapnya.
Untuk menyiasati kondisi tersebut, lanjutnya, kini saatnya kembali melihat pada kualitas produk. Selain itu juga perlu membuka pasar baru yang lebih potensial.
“Sekarang tinggal kita bicara kualitas saja dan bagaimana melihat ceruk pasar yang baru, seperti ke negara-negara di Afrika,” jelasnya.
Deddy yang juga menjabat sebagai GM PT Sandang Asia Maju Abadi ini mengaku, untuk di perusahaannya sendiri dari sisi kuantitas ekspor memang sedikit berkurang. Perusahaan yang memproduksi denim untuk pasar ekspor, kini hanya memproduksi 250.000 pieces denim/bulan atau sekitar 10.000 pieces/hari.
“Saat ini kami juga terus melakukan efisiensi untuk mengimbangi permintaan dengan biaya produksi dan tenaga kerja,” ujarnya.
Dijelaskan, meski masih full kapasitas produksi, namun jam kerjanya saat ini tidak maksimal. Jam kerja bagi 2.500 karyawan di PT Sandang Asia Maju Abadi dipangkas untuk mengimbangi jangan sampai harga produk menjadi terlalu tinggi dan tidak bisa bersaing di pasar ekspor.
“Kalau lembur akan membuat biaya tinggi. Kami melakukan efisiensi waktu saja, tanpa mengurangi produktifitas dan tenaga kerja,” jelasnya.(aln)