KREASI- Rima Yunita (31), menunjukkan hasil-hasil kreasi Pop Up garapannya, di workshopnya Perum Emerald Asri Blok A2 Nomor 58, Meteseh, Tembalang, Semarang. FOTO : ANING KARINDRA
“Keseriusan Rima Yunita (31) dalam menekuni bisnis kreasi Pop Up sejak 2011 berbuah hasil. Saat ini, pesanan hasil karya seni miliknya terus membanjir dari berbagai daerah.”
ERA media sosial yang terus berkembang dimanfaatkan oleh Rima Yunita (31) dalam memperluas pasar bisnisnya. Sejak memfokuskan diri untuk terjun dalam bisnis di bidang industri kreatif, Rima banyak memanfaatkan Facebook dan Instagram untuk mempromosikan produknya.
Melalui akun IG @bikinniland dan Facebook BikinNi Land, berbagai karya yang telah dihasilkannya itu ditampilkan sebagai media promosi. Maka, rak heran jika pesanan terus menghampirinya dari berbagai daerah di Indonesia.
“Lewar medsos, order Pop Up tak hanya dari kota-kota di Pulau Jawa saja, tapi sudah pernah ada dari Pulau Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, seperti Batam, Medan, Palembang, Bali, Makassar, dan lain-lain,” katanya.
Saat ini, lanjutnya, rata-rata pesanan bisa mencapai 20-30 Pop Up dalam sebulan. Dari jumlah tersebut, 60 persen diantaranya merupakan pesanan yang diperolehnya secara online, dan sisanya pesan langsung di workshopnya.
“Selain online, Pop Up BikinNi Land juga mulai dikenal dari mulut ke mulut. Bahkan ada yang mengenalnya lewat bazar atau pameran yang kerapkali saya ikuti,” ujarnya.
Rima pun tak memungkiri jika terkadang merasa kewalahan memenuhi order Pop Up, lantaran hanya dikerjakannya sendiri. Pasalnya, untuk membuat Pop Up dibutuhkan ketelitian dan kerajinan, utamanya untuk desain yang rumit.
“Setidaknya dibutuhkan waktu sehari untuk membuat satu Pop Up. Mulai proses desain hingga finishing,” ucapnya.
Beruntung, kini Rima merasa sedikit terbantu dengan kehadiran suami yang dinikahinya sejak tahun 2013. Apalagi, secara kebetulan, Jati Prihatnomo (32) sama-sama lulusan desain grafis, dan memiliki hobi serta kemampuan yang sama dalam berkreasi.
“Untuk desain biasanya gantian, tapi untuk finishing dan pengepasan warna lebih banyak saya yang kerjakan,” jelas Rima.
Rima melanjutkan, untuk proses pembuatan, mulai dari memotong, menempel lapisan demi lapisan lebih banyak dikerjakan oleh suami disela-sela kesibukan kerjanya. Maklum, sebab Jati tak hanya fokus dalam bisnis Pop Up saja, melainkan harus bekerja di tempat lain juga sebagai seorang jurnalis.
“Suami orangnya rapi dan telaten, walaupun sebetulnya kami berdua sama-sama fleksibel dalam mengerjakan orderan,” lanjut Rima.
Diakuinya, dalam perkembangan bisnisnya, tak sedikit kendala yang kerap dihadapinya. Seperti halnya saat harus mengirim Pop Up Frame ke luar kota menggunakan jasa pengiriman barang.
“Nggak semua jasa pengiriman barang mau mengirim Pop Up Frame karena berbikai kaca dan beresiko. Kalaupun ada biasanya biaya yang dikeluarkan mahal, bahkan terkadang lebih mahal dari harga Pop Up-nya,” keluh Rima.
Untuk itu, Rima pun harus jeli memilih jasa untuk mengirim produknya agar selamat sampai di tangan konsumen, dan dengan tarif yang masuk akal.
Terkait kompetitor, Rima pun tak memungkiri jika kini mulai banyak yang melirik bisnis Pop Up. Namun, Rima tak terlalu ambil pusing, asalkan dia bisa berinovasi dan memberikan nilai lebih.
“Dalam setiap bisnis pasti ada persaingan, dan kunci utamanya pasti inovasi. Apalagi, selera desain dan kreatifitas masing-masing orang itu berbeda,” paparnya.
Ke depan, Rima ingin terus berkreasi mengembangkan usahanya. Apapun yang unik dan kreatif bisa digagas dan diwujudkan, seperti tagline’make what you love’.(*)