SEMARANG – Pengembangan rumah murah program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) di Jawa Tengah terkendala lahan. Pasalnya, harga tanah di setiap daerah terus melambung tinggi. Sedangkan developer rumah FLPP tidak dapat menaikan harga jual karena sudah ditentukan Pemerintah.
Wakil Ketua Real Estate Indonesia (REI) Jawa Tengah Bidang Promosi, Humas, dan Publikasi, Dibya K Hidayat mengatakan, berbeda dengan rumah komersial, untuk hunian sederhana pengembang tidak dapat menaikan harga jual secara sepihak. Kondisi ini juga yang menjadikan pengembang enggan membangun rumah FLPP, ditambah lagi keuntungannya yang kecil.
“Pengembang FLPP harus hati-hati sekali, karena apabila terjadi salah perhitungan itu bisa dipastikan rugi. Sebab tidak mungkin harganya dinaikan karana sudah terpatok Pemerintah,” katanya, kemarin.
Menurutnya, harga rumah bersubsidi tahun ini dipatok Rp116 juta/unit untuk provinsi Jateng. Dari target pembangunan rumah tapak bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tahun 2015 sebanyak 10.000 unit, REI Jateng hanya mampu merealisasikan 4.000 unit, menurun dibandingkan realisasi pembangunan 2014 yang bisa mencapai 8.000 unit.
“Para pengembang sulit mencari lahan dengan harga di bawah Rp200 ribu/meter persegi. Selain itu para spekulan maupun calo tanah juga semakin mempersulit pengembangan rumah murah,” ungkapnya.
Diakui, market share rumah subsudi sangat besar, diatas rata-rata penjualan hunian premium. Namun, untuk memenuhi pasar semakin sulit jika harga tanah terus meroket, belum lagi ditambah kenaikan komponen bahan bangunan.
“Kalau FLPP pengembang tidak perlu dijual saja pasti sudah ada calon pembelinya,” imbuh Dibya.
Sementara, data REI menyebutkan kekurangan rumah di Jateng pada tahun lalu mencapai 1,4 juta unit atau 10 persen dari total nasional sebanyak 14 juta unit. Rendahnya realisasi FLPP berpotensi memperlebar angka becklog.(aln)