SEMARANG- Kalangan pengusaha pesimistis, suku bunga bank akan mengalami penurunan meski suku bunga acuan (BI Rate) sudah turun dari 7,5% menjadi 7,25%.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Jateng, Frans Kongi mengatakan, suku bunga bank di Indonesia saat ini lebih tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN. Kondisi tersebut menjadi salah satu hambatan bagi pengusaha.
“Bunga bank di Vietnam 50% lebih rendah dari kita. Padahak perbankan merupakan agian yang tak bisa dipisahkan dari industri, terutama dalam hal permodalan,” katanya.
Oleh karena itu, lanjutnya, dengan sudah turunnya BI rate, seharusnya kalangan perbankan juga mulai menurunkan suku bunganya. Dengan begitu, setidaknya turut meringankan kalangan industri.
“Saya melihat perbankan sekarang ini wait and see. Mereka masih menghitung-hitung, sehingga sampai sekarang belum ada penurunan suku bunga,” ujarnya.
Diakuinya, memang penurunan suku bunga menjadi salah satu problem tersendiri bagi perbankan. Pasalnya, perbankan hidup dari tabungan dan deposito.
“Jika dilakukan penurunan bunga maka bank bunga deposito akan ikut turun, hal itu kemudian dikhawatirkan terjadi penarikan dana besar-besaran oleh nasabah, karena bunganya kecil, dan memilih menaruh uang mereka ke luar negeri. Kelihatannya perbankan kita kita masih ragu dan dan hati-hati,” ujarnya.
Sementara itu, Bank Indonesia kantor Perwakilan Wilayah Jawa Tengah berharap perbankan segera menurunkan suku bunga menyusul penurunan suku bunga acuan BI Rate.
Hanya saja, BI juga tidak bisa memaksa perbankan untuk segera melakukan penurunan suku bunga. Pasalnya, ada beberapa pertimbangan, sebelum perbankan melakukan penurunan suku bunga.
“Salah satu faktonya adalah tingkat likuiditas. Jika likuiditasnya ketat maka perbankan memerlukan dana untuk menstabilkan likuiditas. Oleh karena itu, untuk menurunkan suku bunga ini perbankan yang bersangkutan butuh proses hitung-hitungan yang tidak mudah,” tandas Deputi BI Kantor Perwakilan Wilayah Jateng Ananda Pulungan.(aln)